1. untuk mendapatkan rencana kerja yang lebih baik dan dapat diterapkan, Kalimantan Barat akan diperkuat dengan kegiatan hilir (peningkatan kapasitas & kebijakan dan kegiatan terkait regulasi) sementara Bangka Belitung fokus untuk akuisisi data awal.
  2. Telah disepakati bahwa pelaksanaan semua kegiatan dalam 4 komponen yang diusulkan tidak mungkin diselesaikan pada Desember 2020. Dengan demikian, akan ada kegiatan yang diprioritaskan.
  3. Telah diinformasikan bahwa proyek dapat diperpanjang jika diperlukan. Namun, LoA menyatakan bahwa tanggal berakhirnya proyek adalah pada bulan Desember 2020. Masalah ini akan dibahas oleh AMFRHR dengan Biro Perencanaan MMFA untuk memastikan peraturan administrasi.

 

  1. Fisheries Refugia Project pada awalnya diinisiasi oleh Dit. PRL namun pada pelaksanaannya dilakukan oleh BRSDM KP.
  2. Pelaksanaan Fisheries Refugia Project telah dilakukan secara regional oleh beberapa negara diantaranya Thailand, Malaysia, dan Philipine.
  3. Output dan komponen yang sudah ditentukan diperlukan masukan setiap anggota apakah bisa dilakukan selama 1.5 tahun waktu yang ditetapkan serta spesies dan lokasi yang akan dipilih.
  4. Diharapkan output refugia harus memberikan dampak bagi Indonesia.

 

 


 

Fisheries refugia merupakan pendukung konsep pengelolaan dan konservasi SDI.

Kegiatan Refugia diinisiasi melalui project UNEP/GEF

2002-2008 sudah dilakukan beberapa pertemuan dengan tujuan antisipasi habitat di laut cina selatan

  1. WPP 711 ditargetkan sebagai lokasi pelaksanaan project refugia di Indonesia
  2. Kesepakatan awal project refugia akan dilaksanakan di 4 sites (Riau, Kep. Riau, Babel, dan Kalbar) yang karena difokuskan di WPP 711 sehingga di kurangi menjadi Babel, dan Kalbar.
  3. Regional working group on fisheries mengidentifikasi untuk meningkatkan benefit cost ratio masyarakat perikanan dan memaksimalkan pemanfaatan berkelanjutan dibandingkan pelarangan penangkapan.

Dalam fisheries refugia peranan masyarakat sangat penting untuk menerima konsep refugia dan perlindungan lokasi. Refugia pada dasarnya adalah daerah perlindungan laut dengan area yang sempit dengan target spesies tertentu pada fase kritisnya.

Prinsip penerapan fisheries refugia tentu mungkinkan terjadinya konflik, namun tugas BRPSDI adalah riset yang kemudian direkomendasikan ke pembuat kebijakan, sehingga tidak perlu membuat pelarangan karena hal tersebut merupakan tugas dari management authority. Namun keuntungan lain yang perlu diinformasikan kepada masyarakat adalah fisheries refugia bukan no take zone sehingga pemanfaatan masih dimungkinkan. Juvenil untuk migratory species terutama ikan pelagis sangat sulit untuk dilakukan, sehingga perlu dibahas dalam rapat untuk membahas pertimbangannya. Akan lebih mudah dilakukan pada spesies yang bersifat sendentary atau spesies dengan siklus hidup yang lebih sempit area jangkaunnya.

Riset refugia di Kalbar telah dilakukan beberapa seri penelitian dengan target utama adalah udang penaeid dengan fase kritis pada fase juvenile. Penetapan fisheries refugia membutuhkan data ilmiah siklus hidup dan habitat kritis sepsis ikan (musim pemijahan, spawning ground, nursery ground, jalur migrasi)


 

  1. Subbagian Kerjasama Regional dari Biro Hubungan Masyarakat dan Kerjasama Internasional KKP, akan berkomunikasi dengan Sekretaris Jenderal SEAFDEC mengenai struktur organisasi proyek Fisheries Refugia
  2. Sekretaris AMFRHR, sebagai Ketua NFRC akan segera mengeluarkan keputusan untuk menunjuk Kepala BRPSDI, Dr. Joni Haryadi sebagai NFP dan Ketua Kelompok Peneliti, Bpk. Ngurah N. Wiadnyana sebagai NSTFP
  3. Direktur Pusat Penelitian untuk Ketua Perikanan NSTC meminta agar perencanaan penelitian dilakukan dengan hati-hati berdasarkan masukan dari para ahli yang dipimpin oleh Prof. Ngurah N. Wiadnyana sebagai NSTFP
  4. Tim pelaksana BRPSDI akan menyusun pedoman teknis untuk pelaksanaan kegiatan dan akan dibahas dalam pertemuan NFRC berikutnya
  5. Mekanisme untuk melaksanakan kegiatan harus mengacu pada semua yang peraturan yang berlaku di Indonesia, terutama di KKP